Jumat, 08 Juni 2012

Arsenic yang mematikan

Pada tanggal 5 Mei 1821, Kaisar Perancis Napoleon Bonaparte meninggal dunia di Santa Helena. Napoleon diasingkan ke Santa Helena setelah kekalahannya dalam peperangan melawan pasukan Inggris di Waterloo. Pada mulanya, kematian Napoleon diyakini akibat kanker lambung seperti halnya yang dialami orang tuanya. Namun, anggapan itu kemudian berubah ketika pada sekitar tahun 1960, seorang dokter gigi dari Swedia menyatakan bahwa Napoleon meninggal karena terkena racun arsenik. Apakah arsenik itu? Bagaimanakah cara membuktikan adanya arsenik dalam tubuh Napoleon, bukankah Napoleon telah meninggal lebih dari 100 tahun?

Berkenalan dengan arsenik

Arsenik diketahui sebagai unsur kimia beracun yang dapat memyebabkan kematian. Meskipun demikian, arsenik bermanfaat untuk kesehatan dalam jumlah sedikit.

Unsur arsenik ditemukan pada sekitar tahun 1250 oleh Albert Magnus. Dalam bentuk unsur, arsenik sebenarnya tidak berbahaya. Akan tetapi, jika dalam bentuk senyawa oksidanya, Arsen dioksida (As2O3), unsur ini bersifat racun. Senyawa arsen oksida berbentuk serbuk putih yang larut dalam air, tidak berasa, dan sukar dideteksi jika telah lama diminum. Dahulu, sifat inilah yang menyebabkan senyawa arsen oksida dikenal dengan sebutan “bubuk warisan”. Arsen oksida sering kali ditambahkan anak atau cucu ke dalam minuman Anggur bapak atau kakeknya. Mereka berharap sang bapak atau kakek meninggal dunia karena keracunan arsenik sehingga harta warisannya akan segera jatuh ke tangan mereka. Keracunan arsenik pada saat itu tidak dapat dideteksi sehingga kematian sang bapak atau kakek dianggap wajar.



Uji Marsh

Pada tahun 1832, James Marsh menemukan cara mendeteksi adanya arsenik dalam suatu sampel. Sejak itu, penipuan merebut harta warisan menggunakan racun arsenik sulit dilakukan. Untuk menghargai jasa James Marsh, uji deteksi arsenik ini dinamakan Uji Marsh. Berikut gambar alat Uji Marsh dan prosedur kerjanya.

Dalam Uji Marsh ini diperlukan larutan asam sulfat (H2SO4) dan padatan seng (Zn). Campuran antara larutan asam sulfat dan padatan logam seng akan menghasilkan gas Hidrogen (H2). Jika arsen oksida terdapat dalam sampel, arsen oksida akan bereaksi dengan gas hidrogen membentuk suatu gas beracun yang bernama gas arsin (AsH3). Ketika dipanaskan, gas arsin akan terurai menjadi uap arsenik dan gas hidrogen. Ketika uap arsenik menyentuh “cincin logam” pada daerah dingin di tabung, akan timbul kilauan cahaya khas logam arsenik. Kilauan khas tersebut dikenal dengan cermin arsenik (arsenic mirror).

Neutron Activation Analysis (NAA)

Pada sekitar tahun 1960-an, Hamilton Smith mempublikasikan cara baru mendeteksi arsenik dalam sampel rambut menggunakan teknik neutron activation analysis (NAA). Penemuan yang dimuat dalam Journal Analytical Chemistry itu merupakan awal terungkapnya kematian Napoleon. Bekerja sama dengan Sten Forshufvud, seorang dokter gigi dari Swedia yang telah lama menyelidiki kematian Napoleon, Smith menganalisis sampel rambut Napoleon. Hasilnya mencengangkan dunia karena hasil Analisis menunjukkan bahwa dalam sampel rambut Napoleon terdapat arsenik dalam jumlah di atas batas normal.
NAA ditemukan pada tahun 1936 ketika Hevesy dan Levi menemukan bahwa sampel yang mengandung unsur tanah jarang menjadi sangat radioaktif setelah terkena sinar neutron. NAA mengukur karakter sinar gamma yang dipancarkan oleh isotop pada sampel melalui iradiasi termal. Setelah iradiasi dan peluruhan radioaktif, spektrum sinar gamma dideteksi. Setiap unsur mempunyai spektrum sinar gamma yang khas sehingga dapat diketahui jenis unsur dalam sample beserta kadarnya.

Uji Marsh dan NAA cukup efektif untuk membuktikan adanya arsenik sehingga muncul dugaan penyebab kematian Napoleon. Meskipun penyebab dan pelaku kematian Napoleon hingga saat ini masih menjadi polemik, namun, Uji Marsh dan NAA memberikan contoh yang mengagumkan tentang penggunaan analisis kimia dalam kehidupan. Tidak hanya dalam ilmu forensik, analisis kimia ini memegang peranan penting dari penelitian murni sampai ke Aplikasi terapan seperti pengontrolan kualitas bahan (Quality Control), produk kesehatan, dan diagnosis kesehatan.

Arsenik, Mesin Pembunuh Para Politisi
Tags: pengaturansepedamotor
(Berpolitik.com):: Kematian Aktivis HAM Munir diyakini sebagian kalangan sebagai pembunuhan. Motifnya terkait dengan aktivitas Munir yang terus mempersoalkan berbagai pelanggaran HAM. Dugaan itu semakin menguat lantaran dalam tubuh Munir ditemukan arsenik.

Senyawa kimia bernomor Atom 33 ini sejatinya sudah lama dipakai sebagai alat pembunuhan yang efektif. Soalnya, ia tak berbau dan tak punya rasa sehingga mudah dicampurkan dalam makanan calon korban.Mulanya banyak dipakai oleh kalangan anggota kerajaan ataupun Bangsawan untuk memperebutkan tahta dan juga warisan.

Tapi, apakah arsenik itu?

Cerita unsur mematikan itu bermula saat ahli kimia Albert Magnus berhasil mengisolasi elemen mematikan yang diberi nama arsen, pada tahun 1250. Arsen, arsenik, atau Arsenikum adalah unsur kimia yang dalam tabel periodik –tampilan unsur kimia berbentuk tabel, yang diatur sesuai struktur elektron– memiliki simbol As dan nomor atom 33. Arsenik adalah bahan metaloid yang terkenal beracun dan memiliki tiga bentuk senyawa terpopuler.

Bentuk pertama adalah arsenik trioksida (As203). Senyawa ini kerap disebut sebagai arsenikum. Bentuk aslinya bubuk putih yang mudah larut, utamanya dalam air panas. Karena itu, arsenik trioksida paling cocok dicampurkan ke dalam kopi.

Bentuk kedua, arsenik triklorida (AsCl3). Bentuknya menyerupai minyak dengan warnanya yang kuning. Senyawa ini jarang dipakai karena daya peracunannya relatif rendah. Di samping itu, penggunaannya pun susah karena harus dicampur ke dalam sesuatu yang berminyak. Dan Bentuk ketiga, arsin (AsH3). Merupakan bentuk arsenik paling beracun. Wujudnya gas dan sering dipakai sebagai senjata kimia di dalam perang modern.

Jika dipanaskan, arsenik akan cepat teroksidasi menjadi oksida arsenik, dengan bau seperti Bawang putih. Arsenik dan beberapa senyawa arsenik dapat langsung berubah dari padat menjadi gas, tanpa terlebih dulu menjadi cairan.

Arsenik sering digunakan para penguasa untuk menyingkirkan lawan. Daya bunuhnya yang luar biasa, serta sulitnya arsenik dideteksi pada waktu itu, membuat publik menyebutnya ‘racun para raja’ atau ‘Raja dari semua racun’. Jika senyawa arsen dalam bentuk cair disimpan dalam tabung perunggu, dapat dipastikan sifat mematikannya akan meningkat berlipat ganda.

Bahkan bahan utama warangan, zat yang sering digunakan sebagai pelapis permukaan keris, adalah senyawa arsenik. Fungsi arsen pada warangan keris memang mampu membangkitkan penampilan pamor keris, sehingga mempertegas kontras ‘pamor’ (gambar ukiran pada bilah keris). Dan yang pasti, saat keris menikam, maka dalam hitungan detik tubuh lawan akan meregang nyawa.

Dengan cepat arsenik meresap dalam darah dan merusak parah sistem pencernaan. Pada beberapa kasus, tubuh korban mengalami shock hebat dan menyerang fungsi pencernaan. Dalam medis, shock adalah keadaan kesehatan yang mengancam jiwa. Cirinya, ketidakmampuan tubuh menyediakan oksigen untuk mencukupi kebutuhan jaringan. Penyebab shock adalah pengurangan pengeluaran kardiak yang dapat dengan cepat menyebabkan kematian bila tidak dilakukan perawatan medis dengan segera.

Nah, kembali ke Warangan, senyawa arsen pada warangan jelas meningkatkan daya bunuh mematikan dari senjata tikam itu. Banyak orang mengira keris sebagai senjata mematikan karena diyakini punya nilai magis. Padahal, sejatinya, arsenik dalam waranganlah yang membuatnya menjadi senjata yang mematikan.

Uji Marsh

Senyawa arsen juga dikenal sebagai ”bubuk warisan” pada dahulu kala. Jika dicampur dalam makanan atau wine oleh anak atau cucu, dan disajikan kepada sang bapak atau kakeknya, maka kematian tersebut seolah seperti kematian biasa. Selanjutnya mudah ditebak. Warisan Almarhum bapak atau kakek, otomatis berpindah tangan ke penerusnya. Yakni sang anak atau cucu.

Tapi itu dulu, sebelum ada yang mampu mendeteksi racun arsenik. Saat ini, hanya dengan ‘Tes Marsh’, unsur kimia arsenik dapat dengan mudah dideteksi.

Diawali oleh James Marsh sang ahli kimia yang melihat kejanggalan dari banyaknya berita kematian para bangsawan dan kaum borjuasi. Dari sana dia mengambil sampel dari tubuh korban, dan berusaha keras memecahkan teka-teki kematian misterius tadi. Kerja keras Marsh berbuah hasil.

Tepat pada 1832 James Marsh akhirnya berhasil mendeteksi arsenik dalam sampel tadi. Sejak itu, misteri pembunuhan politik atau perebutan harta warisan dengan unsur arsenik, mulai menurun. Dan untuk menghargai jasa James Marsh, uji deteksi arsenik tadi dinamakan Uji Marsh.

Bagaimana logika kerja Uji Marsh? Dalam Uji Marsh diperlukan larutan asam sulfat (H2SO4) dan padatan seng (Zn). Campuran keduanya kemudian menghasilkan gas hidrogen (H2). Jika arsen oksida terdapat dalam sampel, arsen oksida akan bereaksi dengan gas hidrogen yang membentuk gas beracun arsin (AsH3). Jika dipanaskan, gas arsin akan terurai menjadi uap arsenik dan gas hidrogen.

Jika uap tadi mengandung unsur arsenik dan menyentuh ”cincin logam” pada daerah dingin dalam tabung, maka akan timbul kilauan cahaya khas logam arsenik. Kilauan khas itulah yang dikenal dengan nama cermin arsenik (arsenic mirror). Bila arsenic mirror terlihat, sudah bisa dipastikan arsenik menjadi penyebab kematian.

Nah, sebelum kematian menjemput, ada cara mudah untuk mengetahui makanan atau minuman yang akan kita santap mengandung unsur arsen atau tidak. Caranya dengan menggunakan batangan perak murni. Bila batangan perak berubah warna menjadi hitam setelah dicelupkan ke dalam makanan atau minuman, unsur arsenik pasti terkandung dalam sajian tersebut. Makanya pada jaman kerajaan dulu, perlengkapan makan dan minum mereka dilapisi perak murni. Tujuannya tak lain untuk menghindari ”bubuk warisan” masuk dalam tubuh anggota keluarga kerajaan.

Dua modus operasi

Menurut Dr. dr. Djaja S. Atmadja, Sp.F., S.H., D.FM., ahli forensik dari Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta. ada dua modus operasi yang biasa dipakai pelaku dalam menghabisi korban. Pertama, modus single lethal dose. Korban diracun dengan satu dosis besar mematikan, yakni di atas 200 mg. Tapi ketika dicampur ke dalam makanan, pelaku kerap memasukkan arsenik dalam jumlah 3 – 4 kali dari dosis letal ini. ”Sebab, begitu korban menelan arsenik, dia akan muntah-muntah sehingga sebagian arsenik akan terbuang. Jadi, kalau dikasih 200 mg, korban tidak mati,” kata Djaja.

Pada kasus kematian Munir, ahli forensik dari National Forensic Institute Belanda menemukan arsenik 460 mg. Namun jumlah yang dicampur dalam makanan diyakini jauh lebih besar. Modus ini biasanya dilakukan oleh orang yang tidak punya akses langsung terhadap makanan sehari-hari korban. Yang pasti, sebelumnya pelaku mempelajari aktivitas korban dari jauh. Saat kesempatan datang, tanpa pikir panjang pelaku langsung bekerja.

Modus kedua, multiple smaller dose. Pada modus ini, korban dibombardir dengan arsenik secara terus menerus dan berkala, dalam dosis di bawah letal –dosis toksis yang membahayakan jiwa. Begitu saatnya tiba, pelaku mengeksekusi korban dengan dosis letal. Modus ini kerap dilakukan oleh mereka yang punya akses terhadap makanan dan minuman sang korban.

Orang Awam pasti menilai langkah ini sebagai langkah yang aneh karena membutuhkan waktu lama dan seperti membunuh dengan basa-basi. Tapi bagi para kriminolog, modus seperti ini bisa dipahami. Dengan cara ini, pelaku berharap kecurigaan terhadap mereka bisa dijauhkan. Dan kecurigaan bahwa korban diracun, bisa jadi tidak ada, sehingga pelaku punya alibi.

Sederhananya, saat terpapar arsenik dosis rendah, korban menunjukkan gejala sakit, mual, muntah, dan diare. Fungsi lever dan ginjal juga akan terganggu. Nah, ketika pelaku memberi waktu jeda, korban sehat kembali. Begitu seterusnya, hingga pada saat dieksekusi, ia akan disangka meninggal karena sakit-sakitan.

Bagaimana dengan kasus Munir? Banyak yang keliru persepsi terhadap istilah multiple smaller dose. ”Mereka menyangka ini dosis kecil yang terus-menerus, yang tidak diakhiri dengan dosis letal. Yang ini namanya keracunan kronis” paparnya yakin. Menurutnya, kasus Munir jelas dosis letal. ”Masalahnya, apakah peracunan telah terjadi sebelumnya atau tidak. Sebab dari rekam medis, Munir punya riwayat gangguan lever,” terangnya.

Tapi, di luar efektivitas arsenik dalam membunuh mangsanya, peran “Sang Dalang” mengatur permainan menjadi lebih berbahaya dibanding apapun alat yang dipergunakan untuk menghabisi nyawa korbannya. Ironisnya lagi, di negara ini, belum satupun ”dalang yang benar-benar dalang”, bisa terungkap karena kejahatannya. Padahal, sudah terlalu banyak korban hilang atau mati tanpa tentu rimbanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar